OGAN KOMERING ILIR, BERITAANDALAS.COM – Kota Kayuagung kembali bersiap menyambut denyut budaya dan geliat ekonomi rakyat lewat gelaran istimewa bertajuk ‘Bende Seguguk Malam Tapai’ yang akan digelar pada 29 Agustus 2025, tepatnya di Jl. Let. Marzuki Jahri, depan Gedung Kesenian Kayuagung mulai pukul 19.00 hingga 23.00 WIB.
Setelah sempat vakum beberapa tahun, perhelatan yang pernah menjadi magnet masyarakat ini kini dihidupkan kembali oleh KayuagungLipp, sebuah komunitas kreatif yang digawangi oleh para muda-mudi OKI, dengan semangat yang lebih segar, inklusif, dan berdampak luas.
Dengan mengusung tema ‘Lestarikan Budaya, Bangun Ekonomi Kreatif’, Malam Tapai tidak hanya hadir sebagai panggung hiburan, tetapi juga sebagai manifestasi cinta terhadap kearifan lokal dan upaya konkret membangun ekonomi berbasis budaya.
Malam Tapai akan diramaikan oleh beragam pertunjukan khas daerah yang telah lama dirindukan masyarakat, seperti cang incang, teater lagu daerah, pencak silat, grup vokal, serta pasar UMKM yang menghadirkan produk-produk lokal unggulan. Semua dikemas dalam suasana meriah nan hangat sebagai pesta rakyat yang menggugah rasa, menghidupkan memori kolektif, dan menyuarakan identitas budaya OKI yang otentik.
Dibalik kembalinya Malam Tapai, ada semangat kuat yang digelorakan oleh Ketua Panitia Muhammad Rizki Saputra, penggagas sekaligus bagian dari tim KayuagungLipp. Baginya, acara ini bukan hanya soal menghidupkan agenda lama, tetapi juga membangkitkan kesadaran bersama bahwa budaya adalah nafas sebuah daerah.
“Malam Tapai bukan sekadar hiburan, tapi ini adalah gerakan kultural. Kita ingin masyarakat OKI kembali bangga dengan identitasnya sendiri. Tapai itu simbol tentang gotong royong, tradisi, dan kebersamaan. Ini bukan acara musiman, ini pengingat bahwa kita punya warisan besar yang tidak boleh punah,” ujar Rizki kepada awak media, Ahad (27/7/2025).
Lebih jauh Rizki menegaskan, bahwa Malam Tapai adalah ruang terbuka bagi semua, bukan proyek eksklusif untuk kalangan tertentu. Di sinilah masyarakat diberi tempat untuk berbicara, berekspresi, dan membangun ekonomi kreatif berbasis budaya.
“Yang kami hadirkan adalah ruang. Biar masyarakat bicara. Biar budaya yang tampil. Biar ekonomi lokal bergerak dari bawah. Inilah semangat Malam Tapai,” tambahnya.
Acara ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk sponsor seperti 303, Mamami, Biznet, dan Bank Sumsel Babel. Namun, panitia tetap menekankan bahwa kegiatan ini menjaga nilai independensi dan keberpihakan terhadap kearifan lokal, tanpa intervensi terhadap substansi budaya yang diusung.
Seluruh rangkaian kegiatan pun terbuka untuk umum, memastikan setiap warga dari berbagai kalangan bisa hadir dan turut menikmati gelaran budaya yang sarat makna ini.
Lebih dari sekadar nostalgia, Malam Tapai menjadi ajang membangun masa depan melalui akar masa lalu. Di sini, budaya tidak dimuseumkan, tetapi dihidupkan dalam bentuk yang relevan dengan zaman. Pasar UMKM, misalnya, akan menjadi jantung ekonomi rakyat, menghadirkan produk-produk seperti kuliner lokal, kerajinan tangan, batik, dan fesyen etnik khas OKI.
Masyarakat diajak untuk tidak sekadar menjadi penonton, tetapi juga pelaku aktif dalam melestarikan budaya dan menggerakkan ekonomi.
Kembalinya Malam Tapai menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi budaya luar yang kian mencengkeram, sekaligus pernyataan tegas bahwa OKI punya identitas yang kuat dan pantas dirayakan.
“Jangan tunggu orang luar datang untuk mengagumi budaya kita. Sudah saatnya kita sendiri yang menaruh hormat pada warisan leluhur. Malam Tapai hanyalah awal, selanjutnya biarkan budaya kita bicara lebih lantang,” tutupnya.
Malam Tapai bukan hanya soal menyalakan lampu di tengah kota. Ia adalah nyala peradaban dari Bumi Bende Seguguk, dari rakyat, untuk rakyat, dan dari OKI untuk Indonesia. (Ludfi)

































