OGAN KOMERING ILIR, BERITAANDALAS.COM – Jembatan vital penghubung antar desa di Desa Tapus, Kecamatan Pampangan, Kabupaten OKI jebol setelah berulang kali dilalui truk bertonase besar. Selain jembatan, jalan di sekitar lokasi juga rusak parah dan membahayakan pengguna jalan. Warga menuding lalu lintas truk sawit sebagai penyebab utama kerusakan.
Aris selaku warga desa setempat menuturkan keluhannya terkait kerusakan jembatan yang sudah sering muncul. Bahkan sebelum jebolnya Jembatan Tapus, kasus serupa terjadi di Jembatan Desa Tanjung Aur, Kecamatan Jejawi.
“Jalan dan jembatan sangat terganggu, banyak yang rusak. Persoalan ini bukan sekali dua kali. Dulu Jembatan Tanjung Aur, sekarang giliran Tapus,” ujarnya, Sabtu (6/9/2025).
Sementara itu menurut warga lainnya, truk milik PT Samora setiap hari melintas membawa hasil sawit dari Kecamatan Tulung Selapan menuju pabrik di Kabupaten Banyuasin. Muatan kendaraan tersebut diduga melebihi kapasitas jembatan.
Hasil pemeriksaan Dinas Pekerjaan Umum menemukan keretakan serius pada struktur Jembatan Tapus, terutama pada bagian sambungan dan girder yang melemah akibat beban berlebih.
Padahal, Bupati OKI Muchendi Mahzareki melalui Dinas Perhubungan telah mengeluarkan larangan keras bagi kendaraan bermuatan lebih dari 5 ton untuk melintas di Jembatan Tanjung Aur dan Tapus. Namun, aturan tersebut tidak berjalan efektif di lapangan.
Kepala Desa Tapus, Ujang Sori mengatakan, kerusakan jembatan berdampak besar terhadap aktivitas masyarakat.
“Akses transportasi terganggu, distribusi hasil pertanian tersendat, dan anak-anak sekolah kesulitan menuju sekolah. Kami mohon kesadaran dan kerja sama perusahaan agar tidak lagi melintas dengan muatan berlebihan,” ujarnya.
Ketua Umum LSM Persatuan Masyarakat Anti Korupsi (Permak), Hernis menilai. lemahnya pengawasan menjadi celah pelanggaran aturan tonase. Ia menegaskan perbaikan jembatan akan menelan biaya besar dari APBD, padahal kerusakan dipicu oleh aktivitas perusahaan.
“Jika larangan dilanggar tanpa ada penindakan, itu jelas pembiaran. Ini bisa masuk ke ranah pidana karena kerugian masyarakat dan negara nyata. Pemerintah daerah harus tegas, bukan hanya memberi peringatan,” tandasnya. (Ludfi)

































