OGAN KOMERING ILIR, BERITAANDALAS.COM – Oknum Kepala Desa Pematang Panggang, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI berinisial IH, resmi menjadi terdakwa dalam kasus dugaan ijazah palsu.
Yang bersangkutan telah menjalani persidangan di PN Kayuagung sejak 27 Mei 2025, dan hingga kini proses hukumnya masih bergulir.
Namun hingga saat ini, oknum Kades Pematang Panggang tersebut masih aktif menjabat sebagai kepala desa. Bahkan, penahanannya ditangguhkan oleh PN Kayuagung selama menjalani proses persidangan.
Ketika dikonfirmasi, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten OKI melalui Kabid Pemberdayaan Desa, Rudi Kurniawan, membenarkan hal tersebut.
Menurut Rudi, seorang kepala desa bisa diberhentikan sementara jika tersandung kasus makar, terorisme, narkoba, atau korupsi.
“Yang bersangkutan bisa diberhentikan setelah proses hukumnya inkrah. Kalau sekarang kan masih proses persidangan,” kata Rudi kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).
Rudi juga menyebutkan, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, serta Permendagri Nomor 65 Tahun 2017 tentang pemilihan kepala desa.
“Kemudian turunannya adalah Peraturan Daerah Kabupaten OKI Nomor 1 Tahun 2015 tentang desa,” ungkap Rudi.
Rudi juga menjelaskan, meskipun masih aktif menjabat, oknum Kades Pematang Panggang ini tidak dapat melakukan pencairan dana desa dan alokasi dana desa (ADD).
Selain itu, kata Rudi, setelah proses persidangan berakhir atau inkrah, pihaknya baru bisa mengambil tindakan. Jika oknum Kades Pematang Panggang terbukti bersalah, maka ia akan diberhentikan dari jabatannya.
“Kalau putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, maka nama baiknya akan dipulihkan,” tandasnya.
Tidak dinonaktifkannya oknum Kades Pematang Panggang yang terjerat kasus dugaan ijazah palsu ini jelas menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak.
Praktisi hukum Aulia Aziz Al Haqqi SH MH C.CLE menilai, bahwa tidak dinonaktifkannya oknum Kades Pematang Panggang merupakan kekeliruan dari pihak DPMD OKI.
Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan secara jelas bahwa kepala desa bisa diberhentikan sementara tanpa harus menunggu putusan inkrah apabila yang bersangkutan sudah berstatus sebagai terdakwa.
“Pada sidang perdana itu kan jelas, yang bersangkutan menjalani sidang dakwaan. Artinya, kades tersebut sudah menjadi terdakwa dan bisa diberhentikan sementara oleh Bupati,” tegas Aulia Aziz.
Aziz juga menambahkan, DPMD OKI seharusnya patuh terhadap aturan yang lebih tinggi, yakni undang-undang, bukan hanya mengacu pada Permendagri.
Ia pun berpendapat bahwa tindakan pemberhentian sementara terhadap seorang kepala desa yang telah berstatus sebagai terdakwa dalam perkara pidana dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara merupakan langkah hukum yang tepat, sah, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 yang menyatakan, ‘kepala desa diberhentikan sementara oleh Bupati/Wali Kota apabila didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun berdasarkan register perkara di pengadilan’.
Menurutnya, terdapat dua unsur utama yang harus dipenuhi agar kepala desa dapat diberhentikan sementara, yakni status hukum telah menjadi terdakwa, dalam hal ini terdaftar secara resmi dalam register perkara di pengadilan. Dan tindak pidana yang didakwakan memiliki ancaman hukuman paling singkat lima tahun.
“Berkaitan dengan pemalsuan ijazah sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, yang memiliki ancaman pidana maksimal 6 tahun, maka jelas perkara ini masuk dalam kategori yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemberhentian sementara,” pungkas dia. (Ludfi)