OGAN KOMERING ILIR, BERITAANDALAS.COM – Dugaan praktik curang dalam penyaluran bantuan sosial kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada Desa Jambu Ilir, Kecamatan Tanjung Lubuk, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Sejumlah warga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) mengaku mengalami pemotongan dana secara tidak wajar saat pencairan di E-Warong desa tersebut.
Informasi yang dihimpun redaksi menyebutkan, praktik pemotongan itu diduga telah berlangsung sejak tahun 2019 dan baru terbongkar secara luas pada April 2025 lalu. Besaran potongan bervariasi, mulai dari Rp300 ribu hingga Rp600 ribu setiap kali pencairan melalui mesin Electronic Data Capture (EDC) milik E-Warong.
“Kalau dicek Pak Kades kemarin, di rekening korannya pemotongan itu sudah dari tahun 2019. Ada yang Rp300 ribu, ada yang Rp600 ribu sekali pencairan. Tapi detailnya saya kurang tahu,” ungkap salah satu warga yang meminta namanya dirahasiakan, Selasa (15/7/2025).
Yang membuat situasi makin memprihatinkan, dugaan pemotongan ini disebut terjadi dengan modus penarikan ganda dalam satu waktu pencairan. Warga yang tidak memahami proses perbankan hanya bisa pasrah, khawatir bantuan mereka akan dihentikan jika bersuara.
“Pemotongan biasanya terjadi saat penarikan digesek dua kali. Awalnya yang menggesek itu istrinya, tapi ketika itu suaminya yang ambil alih,” lanjut warga tersebut.
Redaksi BeritaAndalas.com telah mencoba mengonfirmasi informasi ini langsung kepada sosok yang disebut sebagai pemilik E-Warong, yakni Bunyamin, beserta istrinya. Upaya konfirmasi juga diajukan kepada Pendamping PKH Desa Jambu Ilir. Namun hingga berita ini diterbitkan, pihak-pihak terkait belum memberikan tanggapan. Pertanyaan yang dikirimkan secara resmi melalui pesan pribadi pun belum direspons.
Diam Bukan Solusi
Sikap bungkam dari pemilik E-Warong dan pihak terkait justru menambah kecurigaan publik. Sebagai mitra penyalur bantuan pemerintah, seharusnya mereka bersikap terbuka dan bersedia memberikan klarifikasi demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program bantuan sosial.
Jika dugaan ini benar, maka hal tersebut tidak hanya melukai rasa keadilan sosial, tetapi juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanat negara. Program PKH dan BPNT sejatinya dirancang untuk membantu warga miskin bertahan di tengah kesulitan ekonomi. Pemotongan sepihak atas bantuan itu adalah bentuk perampasan hak kaum rentan.
Desakan untuk Penegakan Hukum
Kasus ini harus menjadi perhatian serius bagi Dinas Sosial, aparat kepolisian, dan Kejaksaan Negeri OKI. Audit menyeluruh terhadap pengelolaan E-Warong di wilayah Kecamatan Tanjung Lubuk perlu segera dilakukan. Jika ditemukan unsur pelanggaran atau pidana, penegakan hukum harus dijalankan secara tegas dan tanpa pandang bulu.
Praktik-praktik curang seperti ini tidak boleh dianggap remeh. Jangan sampai bantuan yang seharusnya menjadi penyambung hidup masyarakat malah berubah menjadi ladang eksploitasi oleh oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan dan kelemahan warga. (Ludfi)