JAKARTA, BERITAANDALAS.COM – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, membuka Webinar Nasional Diskusi Publik bertajuk ‘Pelaksanaan Reforma Agraria: Lampau, Kini, dan Mendatang’ pada Kamis (17/7/2025).
Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa reforma agraria bukan semata soal pembagian tanah, melainkan juga tentang membangun harapan dan mewujudkan keadilan yang berkelanjutan.
“Reforma agraria adalah warisan sejarah kita. Ini juga merupakan amanah untuk meraih masa depan. Reforma Agraria bukan hanya soal membagi, tetapi juga memperbaiki. Bukan semata mengatur lahan, melainkan membangun harapan dan menciptakan keadilan,” ujar Wamen Ossy.
Ia menyampaikan sedikitnya lima pandangan strategis terkait arah kebijakan Reforma Agraria ke depan.
“Pertama, kita harus menyadari bahwa kita hidup di tengah tantangan demografis dan ekologis yang semakin tajam. Jumlah penduduk Indonesia terus bertambah, sementara ketersediaan lahan cenderung stagnan, bahkan menyusut akibat konversi lahan, krisis iklim, dan tekanan pembangunan. Dalam kondisi ini, Reforma Agraria tidak bisa dipahami secara sempit hanya sebagai pembagian tanah, tetapi sebagai strategi pengelolaan ruang hidup yang adil, bijak, dan berkelanjutan,” jelasnya.
Kedua, menurutnya, pemerintah perlu mengembangkan model Reforma Agraria yang adaptif, responsif, dan inovatif. Skema partisipatif, pendekatan berbasis wilayah, kolaborasi lintas sektor, serta integrasi data spasial harus menjadi bagian dari tata kelola Reforma Agraria.
“Digitalisasi dan sistem informasi pertanahan menjadi sangat krusial, termasuk penguatan peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) disemua tingkatan dan wilayah,” lanjutnya.
Terkait pelaksanaan Bank Tanah, Wamen Ossy menekankan pentingnya penerapan prinsip keadilan sosial dan transparansi. Ia mengingatkan bahwa alokasi minimal 30% untuk reforma agraria dari lahan yang dikelola bank tanah, sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan, harus dijalankan secara terukur dan akuntabel.
“Jangan sampai muncul kesan bahwa reforma agraria menjadi agenda sekunder. Reforma agraria harus tetap menjadi prioritas dan terintegrasi dalam strategi pembangunan nasional,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai bagian integral dari reforma agraria. Menurutnya, reforma agraria bukan hanya legalisasi aset, melainkan juga memperkuat kapasitas subjek penerima tanah agar bisa bertahan, bahkan berkembang.
“Karena itu, sinergi dengan lembaga keuangan, koperasi, UMKM, serta institusi pendidikan dan pelatihan menjadi sangat penting,” ujarnya.
Sebagai penutup, Wamen Ossy mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun kembali semangat gotong royong dalam menggaungkan reforma agraria.
“Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Perlu kerja sama erat dengan organisasi masyarakat sipil, komunitas adat, lembaga riset, perguruan tinggi, dan seluruh elemen bangsa yang mencintai keadilan,” pungkasnya.
Webinar ini merupakan kolaborasi antara Direktorat Jenderal Penataan Agraria dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian ATR/BPN.
Dalam sambutannya, Kepala BPSDM Agustyarsyah menyampaikan bahwa diskusi publik ini bertujuan agar masyarakat dapat memahami perjalanan reforma agraria, baik dari sisi legalisasi atau penataan aset melalui redistribusi tanah, maupun dari sisi penataan akses melalui pemberdayaan masyarakat.
“Harapannya, pelaksanaan reforma agraria dimasa mendatang, dengan segala dinamika yang ada, dapat berjalan lebih baik,” kata Agustyarsyah.
Hadir sebagai narasumber dalam webinar ini Direktur Jenderal Penataan Agraria Yulia Jaya Nirmawati, Guru Besar Hukum Agraria UGM Maria S.W. Sumardjono, Ketua Persatuan Pensiunan Agraria dan Pertanahan Yuswanda A. Temenggung, serta Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika. Acara dipandu oleh moderator, Dosen Hukum UGM, Nurhasan Ismail. (*)